Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mencatat buronan kakap Adelin Lis diduga kuat palsukan paspor menggunakan data tidak sah atau tidak benar. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan hal itu merupakan hasil penyelidikan sementara yang dilakukan bersama Ditjen Imigrasi dan Atase Polri di Singapura. "Ada dua dugaan tindak pidana yang telah dilakukan oleh buronan AL alias HL selama pelariannya yaitu dengan sengaja menggunakan dokumen perjalanan RI (paspor) yang diketahui atau patut diduga palsu atau dipalsukan," kata Andi saat dikonfirmasi, Rabu (23/6/2021).
Lebih lanjut, Andi menuturkan Adelin Lis juga diduga kuat memberikan data tidak sah untuk bisa menerbitkan paspor tersebut dari imigrasi. Namun, tidak dijelaskan alasan kenapa imigrasi bisa kecolongan menerbitkan paspor Adelin Lis dengan menggunakan data yang tidak sah. "Memberikan data tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh dokumen perjalan RI bagi dirinya sendiri," jelasnya.
Atas perbuatannya ini, Adelin Lis disangkakan melakukan tindak pidana pasal 126 huruf a dan c UU nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Nantinya, penegakan hukum menjadi kewenangan imigrasi. "Penegakan hukumnya menjadi kewenangan PPNS Keimigrasian berdasarkan asas lex spesialis derogat legi generali," tukasnya. Diketahui, buronan kelas kakap sekaligus terpidana kasus korupsi dan pembalakan liar di Mandailing Natal, Adelin Lis, bakal menjalani eksekusi setelah dipulangkan dari Singapura menuju Jakarta, Sabtu (19/6/2021) malam.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung pada 2008, ia divonis pidana 10 tahun dan denda Rp1 miliar. Ia juga dijatuhi hukuman pidana uang pengganti sebesar Rp119,8 miliar serta dana reboisasi US$2,938 juta. Namun, sebelum dieksekusi, Adelin sudah melarikan diri ke luar negeri. Adelin sempat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) pada Januari 2010, tetapi MA menolaknya. Adelin ditangkap otoritas Singapura pada 2018 atas pemalsuan paspor menggunakan nama Hendro Leonardi.
Dirinya baru diadili di Pengadilan Singapura pada April 2021 dan divonis membayar denda $14 ribu serta dideportasi dari Singapura pada Juni 2021.